Minggu, 30 Mei 2010

Rembang – Jepara – Semarang – Solo – Semarang – Rembang [Part 1]

Dua hari sebelum berangkat ke Jepara, aku sempat berantem dengan suami. Alasannya, dia nggak bisa pulang karena perusahaan tempat dia bekerja mengharuskannya untuk overtime alias lembur pada tanggal 28 Mei 2010 yang tercatat sebagai hari libur nasional [peringatan Waisak bagi umat Buddha] dan pada 29 Mei 2010. Padahal dia uda ngajuin cuti jauh-jauh hari sebelumnya. Yah…emang nasib…disyukuri aja. Hehe…

Mungkin karena ultimatum, bahwa aku akan pergi sendiri hari Sabtu malam [saat dia pulang] jika nanti tanggal 28 dan 29 Mei tak bisa menikmati liburan bersama, akhirnya suamiku memutuskan untuk pulang ke Rembang pada Hari Kamis malam setelah kerja, tanggal 27 Mei 2010, dan akan kembali ke Jepara lagi sebelum cahaya mentari merekah di ufuk timur, bersamaku. Dia membonceng temannya yang juga pulang ke Lasem [satu jalur dengan Rembang] naik motor.

Kira-kira pukul tujuh malam [aku ingat, waktu itu aku masih di rumah Lina, bantu dia nulis etiket undangan, Adzan Isya’ berkumandang], suamiku kirim pesan bahwa dia udah sampai Tayu, tapi sial. Motor yang ditungganginya berdua dengan temannya mogok. Terpaksa mereka berdua nuntun. Maksud hati cari bengkel, tapi nggak ketemu sama sekali. Mana daerah situ super hitam pekat, sepi. Hanya ditingkahi suara binatang malam dan desiran sang bayu. Terakhir suamiku pesan, “Sabar ya, kuku [panggilan untuk “aku”] pasti kembali ke Rembang malam ini. Sory, hp lowbat”. Aku balas pesan itu dengan, “ttdj, mumu sayang [hati-hati di jalan, sayang]”.

Aku pulang dari rumah Lina kurang lebih pukul setengah sembilan malam. Setelah istirahat, aku mandi [makan uda di rumah Lina, sekalian buka puasa]. Lupa pukul berapa aku selesai. Mungkin sekitar pukul sepuluh. Kemudian solat Isya, tiduran sambil tunggu informasi terakhir dari suami. Aku kirim sms ke nomor dia yang lain dengan harapan handphone satunya tetap nyala, tetapi nihil. Tak ada balasan sama sekali [jelas aja, wong not delivered alias pending kok T_T]. Aku telepon kedua nomor hingga berkali-kali. Sama. Nggak nyambung. Aku melirik ke jam tangan yang sengaja aku letakkan di atas keyboard PC dekat pembaringan dan jarum jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sebelumnya aku sempat ketiduran sebentar, menanti dalam kamar mungilku sendiri. Dalam gelap dan gerah. Aku mulai putus asa. Aku takut terjadi apa-apa dengan suamiku. Aku mulai terisak. Menangis di keremangan malam. Semua ini akibat keegoisanku. Ya, aku teramat egois karena telah memaksanya balik ke Rembang dan menghabiskan liburan bersamaku. Aku terus menahan dadaku yang semakin tersengal dan mengusap air mata yang tak berhenti bercucuran. Aku kirim pesan melalui sms ke Lina, menceritakan bahwa suamiku [dia kenal juga dengan suamiku] belum pulang dari tadi. Sedih. Lina membalas. Kebetulan dia belum tidur. Dia mengatakan bahwa sebaiknya aku membaca Surat Al-Fatihah sebanyak tiga kali [kalau bisa tanpa bernafas], memohon pertolongan Allah Yang Maha Agung, agar tidak terjadi hal-hal buruk dengan suamiku. Aku turuti anjuran tersebut.

Tepat pukul dua belas malam, aku mendengar derap sepatu dan pintu depan diketuk. Yess!!!! Suamiku datang dengan selamat. Alhamdulillah, Ya Allah…!!! Aku memeluk suamiku dengan sangat erat dan mencium pipi serta keningnya berkali-kali. “Huhhh, dasarrrrr dodolllll, bikin orang panik aja!!!” Dan dia pun tersenyum walau lelah jelas tertoreh di wajahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut